Bergerak Bersama Memutus Rantai Stunting, KPPPA dan FOI Adakan Edukasi Kesehatan Reproduksi untuk Remaja

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI bekerjasama dengan Foodbank of Indonesia (FOI) dibawah yayasan lumbung pangan, hari ini mengadakan sosialisasi edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja, di Kantor Desa Bulagor, Kecamatan Pagelaran, Pandeglang.

 

Edukasi ini merupakan bagian dari Program Kampung Anak Sejahtera (KAS) yang dijalankan sebagai model kerjasama lintas sektor seperti pemerintah, dunia usaha, akademisi, media dan masyarakat untuk memerangi stunting dan gizi kurang pada anak melalui pendampingan masyarakat yang telah di laksanakan sejak bulan juli di empat desa dan empat kabupaten yaitu, Desa Bulagor, Kabupaten Pandeglang; Desa Cibatok Dua, Kabupaten Bogor; Desa Selomirah, Kabupaten Magelang dan Desa Tambak Kalisogo, Kabupaten Kalisogo.

 

Tujuannya adalah untuk megurangi angka stunting melalui peningkatan peran keluarga dalam memenuhi hak kesejateraan anak. Lewat peningkatan peran keluarga dalam memenuhi kesejahteraan anak ini, dilakukan kegiatan pendampingan menambah pengetahuan serta keterampilan di bidang pangan dan gizi.

 

Hendra Jamal, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan KPPPA RI mengatakan model kerja sama ini penting untuk dikembangkan, “Model kerjasama ini menjadi perhatian yang cukup penting sebagai model yang perlu dikembangkan. Kemajuan pola hidup yang baik pada masyarakat ini akan dilaporkan kepada Kantor Staff Presiden untuk membantu gerakan kita bersama menuntaskan stunting,” jelasnya.

 

Sejalan dengan hal tersebut, Hendro Utomo, Pendiri Foodbank of Indonesia mengatakan bahwa perlu usaha maksimal untuk melaksanakan KAS ini dari berbagai sektor. “FOI bersama KPPPA, akademisi, pemerintah Kab. Pandeglang, dan para relawan serta masyarakat dapat bekerjasama dalam program KAS agar mendapat hasil yang maksimal,” ungkapnya. FOI memandang bahwa permasalahan stunting dan kurang gizi adalah persoalan terhambatnya akses pangan yang baik bagi anak-anak. Akses pangan tersebut ditentukan oleh orang-orang dewasa yang berada di sekitar anak yaitu keluarga inti dan lingkungan anak-anak berada.

Kepala Desa Bulagor, Pandeglang, Enting Jaenudin menyambut baik kehadiran program KAS di Desa Bulagor. Ia melihat misi dari Program KAS ini sejalan dengan misinya, yaitu membuat masyarakat lebih terampil dalam bidang pangan dan gizi dengan memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki oleh Desa Bulagor. “Saya ingin mengembalikan kearifan lokal, khususnya yang dimiliki oleh Desa Bulagor. Masyarakat Bulagor berperan aktif dan menjadi produktif dengan mengelola lahan yang dimilikinya. Sehingga masyarakat bisa memproduksi makanan sendiri dari kebunnya, hal ini dapat menghindari kebiasaan konsumtif pada masyarakat,” jelasnya.

 

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi. Kemendes-PDTT (2017) menyebutkan ada empat faktor yang dapat menyebabkan stunting pada anak, yaitu praktik pengasuhan yang tidak baik; terbatasnya layanan kesehatan, termasuk layanan ANC (ante natal care), post natal, dan pembelajaran dini yang berkualitas; kurangnya akses pada makanan bergizi; dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

 

Menyikapi hal tersebut, dengan menggandeng berbagai pihak, program KAS melakukan serangkaian upaya untuk mencegah stunting. Di antaranya dengan melakukan edukasi dan pelatihan yang ditujukan kepada masyarakat, khususnya ibu dan remaja. Edukasi dan pelatihan yang diberikan mengenai pelatihan pola asuh, peran keluarga, pengolahan makanan berbasis pangan lokal.

 

Selain pelatihan dan edukasi untuk orangtua dan remaja, KAS juga melaksanakan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk balita berbasis pangan lokal. Saat ini tercatat dari empat desa yang menjadi bagian program KAS, sebanyak 134 anak yang mendapatkan PMT secara rutin.

 

Edukasi dan pelatihan tidak hanya ditujukan kepada orangtua khususnya ibu, akan tetapi remaja perlu mendapatkan edukasi dan pelatihan mengenai seluk beluk stunting.

 

Edukasi ini sangat penting bagi remaja, untuk mencegah terjadinya pernikahan dini dan melahirkan sebelum tepat usia. Hal tersebut mejadi salah satu faktor terjadinya stunting pada anak. Edukasi kesehatan reproduksi ini dilakukan sebagai upaya untuk lebih mengoptimalkan pencegahan stunting yang terjadi di masyarakat.

 

Hanny Sasmita, Akademisi Universitas Mathla’ul Anwar Pandeglang yang berkesempatan menjadi pembicara dalam edukasi kesehatan reproduksi remaja ini menjelaskan pentingnya memberikan wawasan dan edukasi kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi dan pencegahan stunting. “Remaja adalah generasi penerus bangsa. Mereka adalah calon ibu dan ayah. Untuk itu, perlu memahami benar seluk beluk stunting sebagai salah satu upaya pencegahan,” jelasnya.

 

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia. Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya angka anak balita pendek/stunting (Kemendes-PDTT, 2017). WHO (2018) mengeluarkan data prevalensi stunting di Asia bagian selatan—termasuk Indonesia di dalamnya—berada pada angka 30 – 39.9% atau tepatnya sebesar 34.1%. Sementara itu di dunia, Indonesia termasuk negara dengan angka prevalensi stunting kelima terbesar (TNP2K, 2017). Tercatat oleh Kemenkes (2018) sebanyak 3.8% balita Indonesia dalam keadaan gizi buruk dan 14% dalam keadaan gizi kurang. Data hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dari Kemenkes (2018) mencatat bahwa sebanyak 29.6% balita Indonesia menderita stunting.

Berita Lainnya