Usianya belum genap setahun saat Napla Sakira harus menerima kenyataan bahwa dia harus hidup tanpa kasih sayang seorang ayah. Pun begitu dengan kakaknya Nizar Rayyan yang usianya hanya terpaut setahun.
Bagi anak perempuan, ayah adalah cinta pertama sekaligus seorang pahlawan. Sedangkan bagi anak lelaki, ayah adalah sahabat sekaligus guru terbaik.
Kehilangan di usia dini tentu menyisakan pedih teramat sangat.
Ketika mengambil raport, anak lain didampingi oleh ayah dan ibunya. Sedangkan kedua bocah yang kini duduk di bangku SD kelas 1 dan TK B itu hanya berteman ibu dan sesekali sang nenek.
Potret keluarga pun hanya tiga orang saja. Ibu di tengah, dua anaknya di kanan kiri. Sang ayah telah meninggal mendadak bertahun silam.
Dua anak itu, kini mulai sadar bahwa hidupnya tak lengkap, ketika banyak yang menanyakan tentang sosok ayahnya yang telah tiada.
“Ayahku mana bu?”
Pertanyaan itu hanya membuat ibunya menangis.
Bukan sekali dua kali mereka melontarkan pertanyaan itu. Dan berkali-kali itu pula si ibu menahan air mata yg hendak jatuh.
Napla dan Nizar saat ini hidup bersama Ibu, nenek, serta kakeknya yang sudah lumpuh.
Ketika tim FOI Surabaya Selatan & Barat datang mengunjungi rumahnya yang sederhana di kawasan Pakis Surabaya, Napla dan Nizar girang bukan kepalang.
Milo Ball dan Milo Bar langsung dia raih tak lupa mengucap terima kasih.
Mereka mungkin tak sendiri. Banyak potret anak-anak kurang beruntung di sekitar kita. Dengan donasi yang mungkin kita anggap sederhana, ternyata itu memberikan kebahagiaan teramat sangat bagi mereka.
Senyum mereka pula yang membuat semangat diri ini terlecut untuk terus mengucap syukur dan ikut berkontribusi dalam membahagiakan orang lain.
Terima kasih FOI.
Semoga ini menjadi jalan menghias senyum orang-orang yang kurang beruntung di sekitar kita.
Salam kemanusiaan